Rabu, 14 Januari 2009

Nagari Tawon Madu Yang Tanpa Madu

Oleh Dwi Pranoto


Tidak seperti yang selama ini dipercayai oleh sebagian besar masyarakat, Nagari Tawon Madu mengungkap luas wilayah Blambangan sesungguhnya pernah mencapai kurang lebih sepertiga wilayah jawa Timur. Batas kekuasaanya di sebelah barat adalah Panarukan yang ada di pantai utara dan Puger yang ada di pantai selatan. Sedangkan di sebelah timur berbatas selat Bali. Wilayah Blambangan menjadi lebih lebih kecil seperti wilayah Kabupaten Banyuwangi saat ini karena VOC, atas usulan pembesar Blambangan yakni Karangandul, pada tanggal 23 Agustus 1773 membagi wilayah Blambangan lama menjadi dua bagian: Blambangan Timur dan Blambangan Barat. Blambangan Timur inilah yang kemudian disebut Blambangan dan beribukota di Banyuwangi.

Nagari Tawon Madu sepintas menyajikan sejarah Blambangan secara kronologis dengan membubuhkan atribut tarikh waktu yang berurutan di setiap judul bab. Namun, isi dalam bab-bab Nagari Tawon Madu sesungguhnya menyandarkan alur penulisannya pada sub tema-sub tema yang membuat waktu sejarah seperti berjalan acak. Dengan demikian atribut tarikh waktu yang menyertai judul bab hanya berfungsi sebagai bingkai.

Sebagaimana disarankan oleh judul buku yang menganalogkan model atau sistem kekuasaan politik Blambangan, Nagari Tawon Madu banyak mengungkap aspek-aspek politik kerajaan Blambangan. Nagari Tawon Madu menyoroti pergantian dan perpindahan kekuasaan di Blambangan dari tahun 1763 - 1774 beserta segala kekacauan dan akibat-akibatnya. Berbekal sumber informasi yang melimpah dan luas dari arsip-arsip VOC, babad-babad, buku-buku, dan artikel-artikel yang sebagian sezaman, I Made Sudjana tidak saja menceritakan kembali pertikaian politik dan peperangan. Ia juga mampu merekonstruksi sistem kekuasaan politik dan sistem pemerintahannya dari pusat hingga dusun, struktur sosial politik masyarakat, dan alur perdagangan laut maupun darat. Disamping secara detil membeberkan intrik politik dalam lingkungan kerajaan maupun watak-watak relasi politik yang terjalin antara Blambangan dengan kerajaan-kerajaan tetangga. I Made Sudjana juga merinci bagaimana dinamika politik yang terjadi berjalinkelindan dengan kepentingan-kepentingan perniagaan. Hal lain yang tak kurang penting yang diupayakan oleh penulis Nagari Tawon Madu adalah menyajikan kembali istilah-istilah “arkaik” seperti patinggi, lancing nom, lancing tuwek atau wanadri dan digunakan secara fungsional dalam teks.

Namun, barangsiapa yang membaca Nagari Tawon Madu berharap hendak mencari kaitan yang jelas antara zaman Blambangan dengan kehidupan Banyuwangi hari ini pasti akan menanggung kekecewaan. Sejarah Blambangan yang tersaji dalam Nagari Tawon Madu seperti hanya berjalan dari satu peperangan ke peperang yang lain. Zaman Blambangan dan Banyuwangi hari ini seolah diantarai oleh jurang yang tak terjembatani. Hal yang pasti adalah Nagari Tawon Madu hampir-hampir absen menyajikan kehidupan kultural masyarakat Blambangan lama. Tawon yang bersarang dalam Nagari Tawon Madu sepertinya hanya tawon-tawon serdadu. Tanpa tawon-tawon pekerja yang mampu menghasilkan madu budaya. Padahal sangat mungkin keterkaitan antara zaman Blambangan dan Banyuwangi hari ini banyak ditemukan dalam bentuk-bentuk atau elemen-elemen budaya Blambangan lama yang masih tersisa pada hari ini.

Absennya tinjauan terhadap kehidupan budaya pada zaman Blambangan bagaimanapun tak hanya disebabkan oleh fokus kajian yang hanya menitikberat pada kehidupan politik. Masa kertayuga Blambangan yang didefinisikan oleh I Made Sudjana secara berbeda dibanding dengan definisi yang lazim setidaknya telah menyiratkan suatu argumentasi mengenai absennya tinjauan budaya dalam Nagari Tawon Madu. I Made Sudjana menyatakan bahwa “…kertayuga di Blambangan tidak berarti zaman keemasan yang sering dihubungkan dengan berkembangnya seni-sastra, dan kebudayaan pada umumnya. Kertayuga di Blambangan menunjuk kepada kurun waktu yang bebas dari konflik fisik”.

Namun, bila melihat bentuk-bentuk seni tardisi yang ada di Banyuwangi saat ini sungguh mustahil bila dikatakan di zaman Blambangan tidak berkembang seni-budaya sama sekali. Bahwa beberapa seni tradisi di Banyuwangi saat ini, setidaknya jika menilik dari simbol-simbolnya, sangat mustahil berasal dari masa Banyuwangi modern. Dalam buku Puncak Kekuasaan Mataram H.J. De Graff juga menulis bahwa Sunan Mataram (Sultan Agung) gemar menonton wayang di Blambangan karena keahlian sang dalang. Sedangkan Zoetmulder dalam Kalangwan menyatakan bahwa kidung Sritanjung dan Sudamala boleh jadi berasal dari Blambangan pada abad 17 sampai 18. Namun, Zoetmulder menambahkan bahwa Sritanjung dan Sudamala merupakan kidung yang bersifat kerakyatan. Boleh jadi “sifat kerakyatan” inilah yang membuat I Made Sudjana luput memperhatikan perkembangan seni-budaya pada masa Blambangan. Apalagi Nagari Tawon Madu bisa dikatakan kajian sejarah yang “istana sentris”.

Sifat kerakyatan dalam seni-budaya masa Blambangan ternyata masih jelas terlihat dalam sebagian besar seni-budaya pada masa Banyuwangi, seperti Gandrung, Seblang, atau Kebo-keboan. Sifat kerakyatan ini juga nampak pada laporan Pigeaud (lihat bundel beberapa tulisan tentang Blambangan dan Banyuwangi dari penulis seperti Pigeaud dan Dr. F Erp yang diterjemahkan Pitoyo Boedhy Setiawan - tulisan tangan, belum diterbitkan) mengenai beberapa bentuk kesenian yang sudah punah seperti Wayang Thakul dan permainan rakyat (ritual?) seperti Gitikan.

Sangat mungkin persepsi yang dibangun oleh I Made Sudjana mengenai Blambangan yang “tidak berbudaya” ini juga melandasi karya-karya fiksi seperti Berandal Blambangan (cerbung karya Purnawan Tjondronegoro dimuat di Suara Pembaruan 1988) atau Serat Damarwulan (menurut De Graf karangan Pangeran Pekik dari Surabaya). Barangkali kehidupan politik dalam istana Blambangan yang seringkali jatuh dalam kemelut memang tak sempat mengembangkan kehidupan seni-budaya secara penuh. Namun kehidupan masyarakat yang berlandas pada keyakinan tertentu ternyata mampu menumbuhkembangkan kehidupan seni-budaya yang beragam dan bahkan beberapa produknya masih dapat kita lihat pada hari ini.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar